Minggu, 02 Maret 2014

SENJA DAN MASA LALU


Merindukan Senja

Senja sore ini memancarkan keindahan khasnya tapi sebentar lagi sinarnya akan sirna ditelan gelapnya malam. Tak perluk khawatir! karena esok sore, sama seperti sore ini, senja masih dapat kita nikmati lagi keindahannya. Begitu pula sebuah kehidupan, dikala kesedihan telah datang menjelma, namun esok pasti akan ada harapan akan kebahagiaan.
Sore ini aku melihat cahaya senja, sinarnya indah menyejukkan jiwa. Bisa kau lihat juga di ujung sana. Namun, hal ini mengingatkan aku akan sesuatu. Kesendirian, ya sekarang aku merasa sangat kesepian.
Aku seorang gadis berumur 19 tahun. Aku ingin dewasa sejalan dengan umurku. Tak perlu memiliki sifat seperti anak kecil yang menghabiskan banyak waktunya untuk bermain bersama teman sebaya, tak juga harus seperti seorang yang telah dewasa melebihi umurku, yang harus mengurus keluarga kecilnya. Memikirkan masalah ekonomi dan tetek bengeknya.
Sejak kecil aku selalu diselimuti dengan kasih sayang, rumah yang orang tuaku bangun telah menjadi surga dalam hidupku. Surga yang mungkin orang lain tak pernah mendapatkannya. Namun itu dulu, ketika aku masih kecil. Menapaki umurku yang remaja kini semua semakin terasa berubah.
Terlahir menjadi anak dari keluarga yang broken home tak pernah sedikitpun terpikirkan olehku. Tapi ini nyata, aku yang belum bisa dengan lapang dada menerima kenyataan ini. Kenyataan yang sangat pahit. Madu termanispun tak dapat menghilangkan kepahitannya.
Orang tuaku resmi bercerai ketika aku remaja,  remaja yang tahu benar apa arti sebuah perceraian. Memang benar puncak sebuah kebahagiaan akan kita dapatkan apabila kita bisa melewati sebuah ujian, namun orang tuaku lain. Mereka memilih jalan yang berbeda, atau dengan kata lain mereka tak dapat melewati ujian itu dan alhasil perceraianpun terjadi.
Mungkin kalian berpikir, masa perceraian itu ketika aku SMP atau awal masuk SMA. Namun harus kalian ketahui, masa itu terjadi ketika aku kelas 3 SMA. Disaat anak-anak lain mendapatkan banyak wejangan dari orang tua mereka, untuk lebih rajin lagi dalam belajar,  aku justru lain. Aku mendapatkan nyanyian yang sangat memekakkan telingaku. Nyanyian yang selalu mereka nyanyikan sebelum aku terbangun dan aku tak tahu kapan nyanyian itu akan berhenti. Karena aku tertidur sebelum nyanyian itu memiliki tanda-tanda akan berhenti.
Try out, ya test uji coba untuk mengetahui apakah kita lulus ujian nasional atau tidak.  Pembagian hasil try out pertamaku menyatakan aku gagal atau sama artinya dengan tidak lulus, try out kedua juga gagal, ketiga dan keempatpun tak jauh berbeda selalu gagal. Aku tak pernah menyalahkan orang tuaku dalam hal ini, mungkin aku saja yang kurang berkonsentrasi tapi memang tak bisa dipungkiri bahwa mereka juga ikut andil dalam hal ini. Nyanyian yang selalu mereka nyanyikan setiap hari telah mengambil paksa rumus yang telah aku simpan dalam memori, rumus itu berterbangan, melayang-layang seirama dengan nada yang mereka nyanyikan.
Tiba saat pengumuman ujian nasional. Dimana masa depanku di tentukan oleh angka-angka pada selembar kertas. Ya seperti kertas ini. Hasil ujianku berbeda dari hasil try outku. Memang ujian nasionalku lulus, namun nilai rata-rataku tak lebih dari 5,6 Iya tak lebih dari 5,6. Aku yang setiap tahunnya selalu masuk 3 besar di kelas harus bisa menerima kenyataan ini. Alhasil aku harus mengubur jauh impianku masuk perguruan tinggi negeri, mungkin takdirku hanya bersekolah di perguruan tinggi swasta.

Ah sudah lah, tak usah mengingat masa yang dulu. Cukup hanya sebagai kenangan saja tak perlu aku ungkit lebih jauh lagi. Yang terpenting impian aku untuk bersekolah di perguruan tinggi negeri kini sudah terkabul. Karena aku percaya akan ada kebahagiaan yang datang setelah kesedihan, dan itu semua terbukti. Sama seperti senja yang selalu aku nantikan kedatangannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar