Sebelumnya
saya memang ingin mengakhiri semua ketidakjelasan ini. Saya paham ini adalah
bentuk kesia-siaan semata. Semua hanya fatamorgana dan tak mungkin akan ada
titik temunya. Saya sangat gagal paham mengenai kita. Mungkin saya yang menaruh
harapan besar kepada Aa. Saya yang sudah menggedor, masuk secara paksa ke
kehidupan Aa. Tapi tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran Aa mampu menjadi
penawar rasa sakit yang kerap kali hinggap di kehidupan saya.
Apakah
dengan cara seperti ini perpisahan yang Aa inginkan? Aa memblok semua bentuk
komunikasi kita tanpa sempat berucap pisah? Ini hanya perpisahan semu, sehingga
Aa mempercepat langkah Aa sebelum saya mendahuluinya. Pada kenyataanya Aa tidak
benar-benar pergi, perasaan Aa masih tertinggal di sini. Aa hanya tidak bisa
berdamai dengan jarak, jarak menjadikan sepi, jarak pula yang membalut hati
dengan rindu. Aa bagai mega, indah namun hanya sesaat. Lalu bayang Aa lenyap
tersapu gelap.
Apakah
saya tidak pernah berarti bagi Aa sedikitpun? Padahal saya yakin benar bahwa Aa
memiliki perasaan yang sama dengan saya, meskipun kadarnya berbeda. Saya hanya
melihat dan merasakan yang Aa tunjukkan, tanpa pernah tahu apa yang sebenarnya Aa
rasakan. Apakah Aa melupakan kejadian tempo hari? Apa saja yang telah kita
lakukan? Pertemuan yang singkat namun bisa mengubah takdir di masa mendatang.
Apakah Aa tidak pernah berpikir bahwa mungkin saja ada benih yang tertanam?
Jika memang demikian, saya tidak akan meminta pertanggungjawaban kepada Aa.
Sebagai wanita, saya siap menerima segala resiko yang ada.
Bersama sepucuk
surat ini, saya akan mengikhlaskan
semuanya. Memang saya teramat mencintai Aa, meskipun saya dangkal dan belum
cukup cerdas mengartikan cinta yang sesungguhnya. Namun saya sangat setuju
dengan pepatah ini, “Cinta Tidak Harus Memiliki” Sekeras apapun saya
mengupayakan, jika takdir tidak menjodohkan kita, maka saya bisa apa?. Sejujurnya
hati ini patah, mengetahui bahwa saya bukan orang yang benar-benar Aa inginkan.
Tapi saya belajar menerima ini. Semoga memang ini yang terbaik. Tuhan tidak
akan pernah salah mempertemukan dan memisahkan kita. Saya menerimanya sebagai
takdir.