2.1 PENGERTIAN IDENTITAS NASIONAL
Secara
etimologis, identitas nasional berasal dari kata “identitas” dan “nasional”.
Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki
pengertian harfiah; ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada seseorang,
kelompok atau sesuatu sehingga membedakan dengan yang lain. Kata “nasional”
merujuk pada konsep kebangsaan. Nasional menunjuk pada kelompok-kelompok
persekutuan hidup manusia yang lebih besar dari sekedar pengelompokan
berdasarkan ras, agama, budaya, bahasa dan sebagainya. Jadi, identitas nasional
adalah ciri, tanda atau jati diri yang melekat pada suatu negara sehingga
membedakan dengan negara lain.
Istilah
“identitas nasional” secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki oleh
suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa
yang lain. Berdasarkan pengertian tersebut maka setiap bangsa di dunia ini akan
memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri
serta karakter dari bangsa tersebut. Demikian pula dengan hal ini sangat
ditentukan oleh proses bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis.
Identitas
nasional tersebut pada dasarnya menunjuk pada identitas-identitas yang sifatnya
nasional. Identitas nasional bersifat buatan dan sekunder. Bersifat buatan
karena identitas nasional itu dibuat, dibentuk dan disepakati oleh warga bangsa
sebagai identitasnya setelah mereka bernegara. Bersifat sekunder karena identitas
nasional lahir belakangan bila dibandingkan dengan identitas kesukubangsaan
yang memang telah dimiliki warga bangsa itu secara askriptif. Sebelum memiliki
identitas nasional, warga bangsa telah memiliki identitas primer yaitu
identitas kesukubangsaan.
2.2 PENERAPAN NILAI-NILAI
IDENTITAS NASIONAL
Sekarang
ini, seiring dengan kemajuan zaman banyak nilai – nilai identitas nasional yang
menunjukkan jatidiri suatu bangsa menjadi berkurang bahkan mulai luntur dari
masyarakat yang berbangsa dan bernegara. Oleh sebab itu, di bawah ini akan ada
suatu contoh penerapan nilai – nilai identitas nasional dari sebuah masyarakat.
a) Menjalankan
kewajiban agama menurut kepercayaan masing-masing
Banyak masyarakat yang masih menjalankan kewajibannya sebagai seorang
yang taat beragamana, dibuktikan dengan banyak masyarakat umat muslim yang
berbondong-bondong datang ke masjid dakat rumah warga. Hampir setiap waktu
salat mereka datang sebelum dimulai adzan. Mereka juga ( bagi laki – laki )
jarang berkeliaran pada hari Jumat karena menjalankan ibadah shalat Jumat.
Tidak hanya umat muslim juga, karena ada umat nasrani yang setiap hari minggu pergi
ke gereja untuk beribadah. Mereka menjalankan agama mereka dengan baik
(toleransi antar umat). Dengan demikian nilai - nilai ketuhanan yang menjadi
identitas nasional sampai saat ini masih bisa terjaga dengan baik, bahkan akan
lebih baik lagi apabila dapat ditingkatkan.
b) Gotong
Royong
Gotong royong seperti sudah mendarah daging sejak zaman dulu. Hingga
sekarang gotong royong masyarakat tidak pernah luntur dari jiwa. Setiap hari
Minggu, pagi – pagi jalanan warga sudah terlihat ramai. Warga saling gotong
royong membersihkan jalanan yang kotor, dan penuh rerumputan. Mereka bersihkan
daerah tersebut hingga nyaman untuk digunakan. Tapi sayang beberapa tahun ini
ada sebagian besar warga yang bermalas - malasan untuk mengikuti acara gotong
royong. Menurut warga, sebagian besar masyarakat yang tidak mengikuti acara
gotong royong tersebut dikarenakan rasa kebersamaa yang kurang mereka
menggunakan berbagai macam alasan untuk tidak mengikuti acara gotong royong
tersebut. Seharusnya sikap seperti itu harus kita tinggalkan karena mengikuti
acara gotong royong akan banyak manfaatnya seperti:
-
Timbul rasa kebersamaan
-
Sikap saling tolong menolong
-
Sikap rela berkorban
-
Rasa sosial yang tinggi
c) Sikap
adil dan beradab dari para pemimpin
Para pemimpin yang baik, adil, dan beradab merupakan sosok pemimpin yang
menjadi dambaan warganya. Pemimpin yang demikian berarti sudah bisa menjadi
panutan dan memang harus ditiru. Sikap adil harus ditanamkan kepada seluruh pemimpin
supaya kelak daerah yang dipimpin menjadi terarah, dan sejahtera.
Dari desa
yang saya observasi, masih sedikit dari mereka yang bersifat adil karena mereka
lebih mementingkan tingkat hubungankekerabatan dan kedekatan bukan pada tingkat
keadilan yang berdasarkan mana yang harus dan tidak harus diadili. Seharusnya
sikap demikian dibuang jauh – jauh dan di ganti keadilan yang harus
diperjuangkan. Apabila keadilan sudah diterapkan maka sejahteralah warganya.
d) Pergaulan
dan moral masyarakat
Moral menjadi ciri jatidiri suatu masyarakat. Moral sangat berkaitan
dengan pergaulan. Apabila seorang warga pergaulannya baik, otomatis moralnya
juga baik. Dengan demikian pergaulan sangat menentukan moral seseorang. Di
tempat yang saya obsevasi banyak masyarakat yang masih sangat berhati – hati
memilih teman permainan. Mereka lebih memilih teman yang tidak melenceng jauh
dari agama. Maka tidak heran mereka lebih memilih membantu orang tua mereka di
rumah dibandingkan dengan harus bermain – main yang tidak penting. Moral mereka
juga sangat baik. Tidak ada anak gadis yang berkeliaran malam – malam karena
menurut mereka apabila anak gadis tersebut masih berkeliaran melebihi maghrib,
anak tersebut dianggap telah rusak moralnya dan mempermalukan orangtuanya.
e) Sikap
sosial yang tinggi
Seseorang
tidak mampu melakukan sesuatu hal dengan sendiri, maka manusia dikatakan
makhluk sosial. Di daerah yang saya observasi, sikap sosial dari sebagian
masyarakat masih sangat tinggi, mereka saling berkumpul untuk membicarakab
masalah – masalah yang ada di kampung mereka. Mereka berusaha mencari jalan
keluar dengan cara bermusyawarah. Dengan demikian tidak akan banyak masalah
yang menumpuk. Hal demikian menjadi cerminan rasa sosial yang tinggi dimana
mereka tidak hanya memikirkan kepentingan pribadi tetapi juga kepentingan
bersama. Namun sayang hanya sebagian kecil masyarakat yang masih perduli dengan
kepentingan bersama karena kebanyakan mereka acuh. Hal ini harus segera diubah
agar kelak para penerus mereka juga mempunyai sikap sosial yang tinggi untuk
memperbaiki keadaan mereka.
f) Menjaga
budaya
Contoh
masyarakat yang masih sangat menjaga rasa nasionalismenya ialah masyarakat yang
menjaga budaya mereka agar tetap terjaga kelestariannya kelak sampai anak cucu
mereka. Di sini masyarakatnya masih menjaga identitas budaya mereka. Contohnya
saja apabila ada khitanan pasti menggunakan hiburan yang masih berbau kedaerahan
mereka seperti wayang dan ebleg ( kuda lumping). Hal ini telah menunjukkan
bahwa mereka masih sangat menghormati budaya. Rasa nasionalisme akan terjaga
apabila mereka tidak melupakan budaya daerah masing – masing.